Media dan Nafsu Penguasa, pemilih masih percaya?

Media adalah bisnis yang punya andil dalam perkembangan peradaban manusia. Media menjadi oksigen jenis lain bagi manusia modern melakukan dan menjalankan aktivitas sehari-hari. From wake up to sleep to wake up lagi, media jadi konsumsi mata dan telinga kita. Lari kencangnya media sosial, tidak membuat media massa tenggelam begitu saja. Perannya masih sangat masif. Agenda cuci otak dan propaganda masih bisa dibilang berhasil dilakukan lewat media massa walau gaya lain di media sosial juga punya peran tersendiri.

Tumbuh suburnya bisnis media pasca reformasi di negara kita ini, membuat kita punya banyak pilihan untuk mengakses informasi sesuai kebutuhan, sesuai keinginan, sesuai selera. Kebutuhan informasi di era serba cepat terbantu dengan mudah dan banyaknya media yang dapat kita jadikan pilihan. Talk about pilihan, diwaktu-waktu menjelang kita menentukan pilihan, apakah kita punya banyak pilihan untuk mendapatkan informasi siapa yang akan kita jadikan pilihan? Jawabannya, Tidak!

The next question is, mengapa? And the answer is, karena saat ini kita tidak mendapatkan banyak pilihan informasi yang dapat membantu kita dalam menentukan pilihan. Terutama untuk dua pilihan yang paling menentukan arah negara kita mulai tahun depan.

Banyak pemilih yang sedang dalam proses menetapkan pilihan dibuat kesulitan karena media masa sudah semakin tidak berimbang dalam hal ini. Tidak sekedar konten yang jomplang, posisi para bos media dalam kontestasi untuk memilih dua pasangan calon tadi juga membuat banyak orang ragu dan menyangsikan kualitas serta kelas media masa kini. Bisa Menjadi bagian dari penerangan kepada masyarakat atau tidak lebih dari sekadar lahan cari makan.

Dari dua pasangan capres- cawapres, pasangan nomor urut 2 sedang dalam posisi dikepung bila kita bicara posisi media massa dalam pemilihan. Prabowo-Sandi mendapat porsi paling ceking di konten media untuk dapat diketahui masyarakat. Cuma bakal masuk tivi dan jadi headline dikoran-koran saat media massa akan dijadikan senjata untuk aksi menjagal tingginya elektabilitas yang memang tidak terbendung.

Percaya ga? Yuk kita percaya dengan membuat list siapa saja bos besar media yang bergabung dikubu sono, langsung jadi timses,
  • Surya Paloh, bapak brewokan yang sering dikaitkan dengan capres petahana sejak Media Indonesia dan Metro tv sangat betah dan nyaman menjadi media humas paling resmi dari gerombolan Jokowi dari 2014.
  • Hari Tanoe, bos MNC Group, yang banyak sekali medianya
  • Aburizal Bakrie, yang kita tahu ada tv one, ANtv dan Viva.co.id
  • Erik tohir, ketua timses Jokowi  yang juga bos Republika dan Jak tv
Dari list diatas, apakah kita sudah bisa melihat sebuah kewaspadaan yang harus dimiliki peniknat Infornasi?

Daftar itu cuma secuil dari kenyataan para bos media tanah air masih akan terus berjuang mati-matian demi perangkap citra kubu petahana. Belum lagi gerombolan lain yang bukan dari kalangan partai dan tim pemenangan yang ikut membuat sorak sorai dalam masa pesta demokrasi kita kali ini.

Kita bisa lihat langsung bagaimana media-media mampu menggiring opini dan mengaburkan nyata. Setelah tahu ownernya dan mereka punya status apa dalam upaya petahana mempertahankan cara-caranya. kemudian kita akan berfikir apa untungnya buat mereka, tidak takutkah mereka ditinggal pemirsanya saat semakin banyak orang sadar produk mereka tidak fair dan mengkhinati hak pemirsa atau pembacanya sendiri.

Mari kita analisa. Dibalik dukungan mereka yang unlimited ke Jokowi sejak 2014 dan persiapan melanggengkan kenikmatan mereka itu, ada dugaan kuat para bos media yang ada di list kita tadi sedang main barter diluar keuntungan mereka menjalani promosi untuk jokowi yang tidak mungkin gratis. Dan apakah mereka ini melakukannya karena idealisme politik mereka yang memang sealiran? Keuntungan fulus bagi medianya atau adanya tekanan kasus seperti yang kita sudah tahu selama ini.

Pertama ada Hary tanoe yang dan kasus korupsi restitusi pajak PT. Mobile 8 yang entah bagaimana kisahnya kini bisa kita semua cari di media, kalau ada sih. Lalu ada lagi Ical dengan cerita lapindonya. Yang tidak kalah sering di bicarakan adalah dugaan kasus korupsi di Asian Games oleh Ketua Timsesnya Jokowi a.k.a Erik Tohir. surya paloh yang dikaitkan dengan tertangkapnya bos Sonangol EP oleh pihak berwajib China. Dia adalah kolega bisnis Surya Paloh yang juga diketahui Jokowi bahkan sempat menandatangani kerjasama bilateral saat meneken MoU antara pemerintah Indonesia dengan Sonangol EP. Tentu juga ikut campur PT. Surya Energi Raya dalam kasus sonangol yang bosnya sudah ditetapkan tersangka di China sana, sebagai pembisik ke Jokowi.

Dari situ bisa kita ukur kan dan takar-takar seberapa besar porsi dan keberimbangan media di dalam negri dalam Pilpres nanti dan perjalanannya kini. Rasanya tidak berlebihan diawal tadi diungkapkan bahwa Prabowo-Sandi sedang dikepung karena ada kepentingan bos-bos besar itu dengan penguasa kini. Sebenarnya tidak terlalu susah untuk benar-benar membuktikannya, tonton saja tivi biru! Begitu ungkapan sejumlah orang yang sadar ,di sosmed mereka. Sampai saat ini media masih kuat dalam menopang kelangsungan demokrasi kita dari sisi informasi.

Sebagian juga lalu berpendapat, tenang saja, ada kekuatan sosial media dari orang-orang yang dengan rela menjadi bos-bos akun mereka sendiri untuk memperjuagkan keadilan informasi. Membagikan kabar yang kadang mustahil bisa kita temui di media mainstream karena akan membuka topeng penguasa atau hanya sekedar membuka  sisi baik dari penantang Jokowi di Pilpres, yakni Prabowo-Sandi. Namun posisi media mainstream juga tidak main-main.

Selain memang nurani media yang sudah terbeli secara idealisme pers, ada aturan yang sebenarnya sudah ditabrak dan akan semakin masif dilakukan jelang april nanti dengan status para bos media tadi. Ada aturan yang harusnya secara perkasa harus di jalankan walau ada kepentingan dalam bisnis mereka.

PKPU NO. 4 Tahun 2017. Pasal 56. Media massa cetak, media massa elektronik, dan lembaga penyiaran yang menyiarkan rubrik khusus untuk pemberitaan kegiatan kampanye paryai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon, dan/atau kampanye harus adil dan berimbang.

Saat ini saja kita sudah bisa rasakan ada pengkhianatan besar dalam demokrasi kita dari sisi informasi. Lalu bagaimana saat kubu Prabowo-Sandi tidak mendapatkan hak yang sama? Bila tidak terdapat kedilan media dalam pemberitaan dan dengan sengaja menabrak aturan kampanye KPU yang pasti mereka semua tahu akan bagaimana? Kemungkinan terbesar adalah tidak lebih dari sekedar teguran etika pers yang memang sudah di labrak habis dan bisa dikendali penguasa juga.

Kebobrokan media kita juga sudah terendus keluar negri. Pers internasional terkadang geli dan menertawakan betapa sudah tidak malunya media yang harusnya gagah berani tunduk dan menjadi media humas amatiran dari penguasa yang alergi kritik dan tidak mau nampak cacatnya. Masih ingat soal smoke and mirrors kan?

Very clearly, media bergerak  berdasarkan kepentingan dan nafsu owner, menggiring opini by order dan aturan tak lebih dari sekedar tameng.
Indepensi media?  Jawab sendiri

TGIF, Happy People
SPREAD LOVE
2019 PRABOWO PRESIDEN

Comments

Popular posts from this blog

Jual Beli Blanko E-KTP, Jual beli Kedaulatan

Cerita Kehormatan, Prabowo Bagikan Rahasia Nektar Perjuangan Pada Saya

Setelah Hantu, Hanya Orang Gila Yang Bisa Mereka Tipu