Kode Keras Sang Filsuf: Pilih Yang Cerdas!
Investasi terbesar bagi bangsa kita yang paling dekat adalah
bagaimana pertarungan 2019 nanti mencetak sejarah baru dan melibas
ketidakmampuan menggunakan akal pikiran yang diberikan tuhan yang kalau mau
di-tweet biar ga kepanjangan disebut
kedunguan. Aku buka dengan kalimat yang aku ketik berulang kali dan perbaiki
lalu tetap tidak keren itu, hahah. Itu kalimat yang susah payah aku olah dari
hasil menyimak pernyataan seorang filsuf Indonesia, sudah tau siapa kan!
Ok hari ini kita akan cerita soal pernyataan beliau tentang kenikmatan berpikir dan masa
depan negeri. Kita mulai dengan kenimatan berpikir. Kata beliau kenikmatan
berpikir itu dapat diperoleh dengan banyak membaca. Maka dalam mempertimbangkan
masa depan sebuah negeri harus ada keterkaitan antara penyelenggara negeri itu
dengan membaca hingga melahirkan keadaan sebuah negeri yang diurus dengan
pikiran.
Sebuah negeri yang berhasil adalah yang menjalankan
konstitusinya secara konsisten. Dalam konstitusi itu tugas pemimpin ialah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kata beliau lagi, pemimpin harus punya kemampuan
mengaktifkan akal pikiran. Bila gagal, berarti melanggar konstitusi. Kejahatan tertinggi
dari gagal tersebut adalah mempertahankan kedunguan sehingga bangsa ini kehilangan
poin IQ setiap hari, ooh I like this man…
Sejauh ini paham? Bila ingat sebentar lagi akan kita ketahui
siapa yang akan berlaga (bukan berantem) dalam momen penentuan masa depan
bangsa sebagai pimpinan tertinggi republik ini maka kita harusnya sudah
menghentikan debat. Hehe… tapi kan dunia nyata berjalan dengan upaya kita terus
berpikir, termasuk mengajak semakin banyak orang untuk berhenti dungu. Bahwa bangsa kita harus hidup dalam peradaban
yang mengalami kemajuan. Peradaban itu ditentukan pilihan kita. Saat kita
memilih banyak minum air putih hari ini kita sudah berkontribusi dalam
memelihara kesehatan punggung salah satu penopang masa depan bangsa, kalau
tidak ada kita yang satu, tidak dapat dimulai menghitung yang 250 juta penduduk
kece negeri lainnya. Jadi apapun yang kita lakukan menetukan nasib sistem bernama
negara. Sederhananya kalau peduli sama negara, peduli sama badan dulu, gitu
lah, nah sadarkan kalau kita tidak ada yang kecil, apapun peran kita, kita yang
ikut tentukan nasib bangsa, apalagi soal memilih orang nomor satu. Jadi milih
itu perlu mikir.
Pilihlah dia yang senang melahap ratusan judul buku. Buku yang
pengetahuannya lalu ia bagi dalam ide dan peringatan yang berawal dari
pedulinya karena rasa cintanya. Bahaya menitipkan jiwa kita pada orang yang
kematangan berpikirnya memprihatinkan itu sungguh nyata. Memihak itu harus,
dalam pemilihan apalagi pemimpin. Tapi yang jangan dilakukan adalah melakukan
pemujaan karena akan berujung pada fantisme yang mebuat semakin raksasa
pemimpin yang tidak ingin diuji dan dikritik.
Kematangan berpikir seorang pemimpin tercermin dari
kalimat-kalimat yang ia buat untuk menajalankan kepemimpinannya dan menemukan
kalimat itu butuh kecerdasan. Seharusnya berlaku hukum mulut mu elektablitas
mu. Bila kita sudah dalam tahapan bangsa yang lihai melihat realitas. Dari pernyataan
sebelumnya aku berkesimpulan bahwa yang tidak dapat menemukan kalimat yang
tepat sebagai pemimpin maka ia kurang cerdas.
Kegugupan pemimpin dalam berkalimat adalah tamparan bagi
sebuah bangsa. Saat dunia melihatnya sebagai wajah kita, ( Wajah Indonesia Selanjutnya ) maka
apakah kita ingin wajah yang buruk? Itu adalah keputusan kita lewat demokrasi. Apalagi
saat kita memiliki wajah yang tak lebih dari sekedar juru baca yang pening
membolak balik bacaannya untuk menemukan kaliamat sebagai jawaban. How sad…
Memilih adalah hak sekaligus kewajiban. Mementukan sikap
untuk percaya pada dia yang mempersiapkan kalimat-kalimatnya lewat banyak buku
yang ia lahap dan cerna,maka kita siap dipimpin menjalankan negeri dengan
konstitusi, mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahwa pemimpin kita ditahun depan
adalah putra bangsa yang memiliki ideologi, adalah harga mati. Pemimpin yang
bergerak dengan uraian, diskusi, analisi dan kritis adalah pemimpin dengan ideologi.
Bukan dia yang pura-pura berideologi padahal ikut dalam agenda menggerus ideology
itu. Kita semua tahu siapa, tinggal kita mau atau tidak menyadari bahwa kita
tidak boleh buta pada polesan make up panggung seorang pelakon yang berakting Cerdas
padahal dungu, atau bahkan sudah semakin sering mempertontonkan kedunguan
dimimbar-mimbar lucu-lucuan tidak intelek. karena kekurangan intelektualitas
adalah pangkal dari pemalsuan elektabalitas.
Aku yakin dan percaya sosok yang bahkan berkata siap
mendukung bila ada yang lebih baik dari dirinya adalah yang berani maju untuk
dipilih ,benar untuk mereka yang memilihnya. Ini adalah bentuk keiklasan dalam
berjuang. Berjuang untuk negara berarti sudah tidak tentang aku dan tujuan ku
lagi, tapi kita bangsa Indoneisa, itu yang aku lihat dari nyaman yang beliau
tinggalkan demi Indonesia ini. Orang yang berlaku demikian adalah orang yang
kecerdasannya sudah jadi tontonan yang melahirkan harapan bahwa kita bisa
diselamatkan.
Negri ini akhirnya kelak tumbuh didalam cita-cita proklasami
yaitu ada kecerdasan pada bangsa ini dan kecerdasan itu hanya bisa dititipkan
pada presiden yang cerdas dimasa depan. (Rocky Gerung)
Semakin dekat dengan harapan ditahun depan. Sing: pengennya
cepat-cepat tahun depaaaaan..
Thaks happy people…
2019 Prabowo Presiden
Comments
Post a Comment